Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simponi) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI mengungkapkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Barat mengalami peningkatan pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Pada tahun 2021, terdokumentasi sebanyak 1.766 kasus, sementara pada tahun 2022, angka tersebut meningkat menjadi 2.001 kasus. Selain itu, data pengaduan kasus yang tercatat di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Jabar juga menunjukkan peningkatan dari 500 kasus pada tahun 2021 menjadi 602 kasus pada tahun 2022.
Menyikapi lonjakan kasus tersebut, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat telah mengambil langkah dengan mengaktifkan layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 Terintegrasi.
Siska Gerfianti, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar, menggarisbawahi bahwa situasi ini harus dianggap sebagai masalah serius, sesuai dengan arahan Penjabat Gubernur Jabar.
Sehubungan dengan hal tersebut, aktivasi SAPA 129 Terintegrasi di Jawa Barat telah diluncurkan, yang berlangsung di Gedung Sate, Kota Bandung, pada Kamis lalu.
“Sesuai dengan amanat Presiden, kondisi tersebut harus dijadikan momentum dalam meningkatkan layanan yang cepat, akurat, komprehensif, dan terintegrasi,” ujar Siska dalam keterangan resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Ini juga menjadi fokus utama Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dengan terbitnya Instruksi Khusus Pimpinan, yang bertujuan untuk mengurangi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jabar, dengan tagline Perempuan dan Anak Juara,” tambahnya.
Dengan diaktifkannya SAPA 129 Terintegrasi, diharapkan kualitas layanan perlindungan perempuan dan anak dapat ditingkatkan, sesuai dengan arahan yang telah diberikan oleh Kementerian PPPA. Layanan ini mencakup enam fungsi utama, seperti:
- Pengaduan Masyarakat
- Penjangkauan Korban
- Pengelolaan Kasus
- Penampungan Sementara
- Mediasi
- Pendampingan Korban.
Menteri PPPA RI, Bintang Puspayoga, dalam tayangan video menyatakan bahwa SAPA 129 Terintegrasi adalah komitmen pemerintah dalam melayani masyarakat dan upaya untuk mengurangi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kepuasan masyarakat menjadi prioritas kami. Transformasi layanan SAPA 129 yang semakin terintegrasi adalah bentuk komitmen kami untuk memberikan layanan yang lebih baik,” kata Bintang Puspayoga.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA RI, Nahar, menekankan bahwa aktivasi SAPA 129 Terintegrasi dilakukan secara serentak di 10 Provinsi di Indonesia dengan jumlah pengaduan tertinggi, termasuk Jawa Barat.
“Namun jangan disalahartikan bahwa tingginya jumlah pengaduan adalah indikasi masalah. Sebaliknya, ini menunjukkan tingginya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus-kasus tersebut. Melaporkan lebih baik daripada tidak melapor sama sekali,” ujar Nahar.
Selain itu, Siska Gerfianti juga mengungkapkan bahwa aktivasi SAPA 129 Terintegrasi di Jawa Barat akan diintegrasikan dengan layanan Sapawarga yang dikelola oleh Diskominfo Jabar, sehingga layanan tersebut menjadi lebih terhubung dan efisien.
SAPA 129 Terintegrasi adalah layanan hotline yang dikelola oleh Kementerian PPPA dan terintegrasi dengan semua unit layanan yang dibutuhkan serta terhubung dengan unit layanan di daerah.
Selain perwakilan dari Kementerian PPPA, acara tersebut juga dihadiri oleh Ketua Komisi 5 DPRD Jabar, Abdul Haris Bobihoe, serta perwakilan dari Komunitas Peduli Perlindungan Perempuan dan Anak.